Hukum Acara Pidana

(Gambar : Pixabay)

Hukum acara pidana disebut juga sebagai hukum pidana formal/formil. Istilah ini tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang terdapat dalam pasal 285 resmi diberi nama Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP.


A. LAPORAN DAN PENGADUAN
Laporan diatur didalam pasal 1 angka 24 KUHAP yang menyatakan “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”
Pengaduan diatur dalam pasal 1 angka 25 KUHAP yang menyatakan “Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya”

B. TAHAP PENYELIDIKAN
Penyelidikan diatur dalam pasal 1 angka 5 KUHAP disebutkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pada tahap penyelidikan penekanannya adalah terletak pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana.
Pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 4 KUHAP dan orang yang melakukan penyelidikan disebut dengan penyelidik.

C. TAHAP PENYIDIKAN
Penyidikan diatur dalam pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Bahwa pada tahap penyidikan titik berat penekanannya terletak pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti-bukti, tujuan penyidikan adalah membuat terang suatu tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan siapa pelakunya.
Pasal 6 ayat (1) KUHAP menyatakan pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan dan orang yang melakukan penyidikan disebut dengan penyidik. 
Pada tahap penyidikan pihak yang berwenang untuk melakukan penahanan adalah Penyidik dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum berdasarankan pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yang berbunyi perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari, dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 40 (empat puluh) hari.

D. TAHAP PENUNTUTAN
Pada tahap penuntutan pihak yang berhak untuk melakukan penahanan adalah penuntut umum paling lama 20 (dua puluh) hari berdasarkan pasal 25 ayat (1) KUHAP dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, penahanan dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang paling lama 30 (tiga puluh hari) berdasarkan pasal 25 ayat (2) KUHAP.

E. TAHAP PEMERIKSAAN DI PENGADILAN NEGERI
Pada tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri pihak yang berwenang untuk melakukan penahanan adalah Hakim Pengadilan Negeri yang mengadili perkara tersebut  paling lama 30 (tiga puluh) hari berdasarkan pasal 26 ayat (1) KUHAP dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, penahanan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang paling lama 60 (enam puluh) hari berdasarkan pasal 26 ayat (2) KUHAP.

Tahapan-Tahapan Persidangan Perkara Pidana Pada Pengadilan Negeri (Tingkat Pertama)
1. Pemeriksaan Identitas Terdakwa;
2. Pembacaan Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum;
3. Pembacaan Eksepsi (Nota Keberatan) oleh terdakwa atau Penasehat Hukum (jika ada) meliputi :
a. Pengadilan tidak berwenang mengadili (berkitan dengan kompetensi Absolute / Relative);
b. Dakwaan tidak dapat diterima (dakwaan dinilai kabur/Obscuar libel);
c. Dakwaan harus di batalkan (karena keliru, daluwarsa/Nebis in idem).
4. Tanggapan atas Eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum atau Replik (jika ada);
5. Duplik atau Tanggapan atas Replik dari Jaksa Penuntut Umum;
6. Putusan Sela atau interim meascure (jika Eksepsi ada);
7. Pembuktian / Pemeriksaan Alat Bukti dan Barang Bukti :
a. Alat Bukti menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yang sah adalah :
1. Keterangan Saksi;
2. Keterangan Ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan Terdakwa.
b. Barang Bukti menurut Pasal 39 ayat (1) KUHAP, terdapat 2 jenis barang bukti, yaitu :
1. Benda berwujud, yang berupa :
a. Benda yang digunakan dalam melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
b. Benda yang dipakai menghalang-halangi penyidikan;
c. Benda yang dibuat khusus atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
d. Benda-benda lainnya yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan berlakunya tindak pidana.
2. Benda tidak berwujud berupa tagihan yang diduga berasal dari tindak pidana.
8. Pembacaan Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum;
9. Pembacaan Pledoi atau Nota Pembelaan oleh Terdakwa/Penasehat Hukum;
10. Pembacaan Replik (jawaban atas Pledoi oleh Jaksa Penuntut Umum);
11. Pembacaan Duplik (tanggapan atas Replik oleh Terdakwa/Penasehat Hukum) dan;
12. Pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim;
a. Pemidanaan : sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 194 ayat (1) KUHAP jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang di dakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana dan terdakwa dapat menyatakan sikaf untuk :
1. Menerima Putusan; segera menandatangani Pernyataan Berita Acara menerima Putusan yang telah disiapkan oleh Panitera Pengganti;
2. Banding terhadap Putusan; membuat permohonan Banding;
3. Pikir-pikir: jika selama 7 (tujuh) hari jika Terdakwa/JPU tidak menyatakan sikap maka dianggap menerima putusan.
b. Putusan Bebas (Vrijspraak) : pasal 191 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa apabila Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
Pada Putusan Bebas (Vrijspraak) tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, dengan kata lain tidak terpenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian yaitu sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah dan disertai dengan keyakinan hakim (vide pasal 183 KUHAP);
c. Putusan Lepas (Onslaag van Alle Recht Vervolging) : pasal 191 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa  apabila Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Pada Putusan Lepas (Onslaag van Alle Recht Vervolging) segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

F. TAHAP PEMERIKSAAN DI PENGADILAN TINGGI
Berdasarkan pasal 67 KUHAP menyatakan bahwa terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta Banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan Bebas dan Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Perihal Acara Peradilan Banding dalam hukum pidana diatur dalam pasal 233 sampai dengan pasal 243 KUHAP. Pada tahap pemeriksaan di Pengadilan Tinggi, hakim yang mengadili perkara tersebut berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari guna kepentingan pemeriksaan banding sebagaimana dalam pasal 27 ayat (1) KUHAP, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, penahanan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi yang berwenang paling lama 60 (enam puluh) hari berdasarkan pasal 27 ayat (2) KUHAP.

Tenggang Waktu Banding :
1. Jangka waktu mengajukan Banding adalah 7 hari sebagai mana dalam pasal 233 ayat (2) KUHAP;
2. Jangka waktu mencabut pernyataan Banding adalah 7 hari sebagaimana dalam pasal 235 KUHAP;
3. Jangka waktu mengirim berkas Banding adalah 14 hari sebagaimana pasal 236 ayat (1) KUHAP.

Tahapan-Tahapan Pemeriksaan Pada Pengadilan Tinggi (Banding)
1. Permohonan Banding diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan;
2. Permohonan Banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut diatas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan Panitera bahwa permintaan Banding telah lewat tanggang waktu dan harus dilampirkan dalam berkas perkara;
3. Pemohon Banding mengajukan Banding pada petugas pendaftaran dan memberikan Memori Banding (bila ada);
4. Panitera Muda Pidana meneliti kelengkapan berkas perkara termasuk barang bukti;
5. Petugas pendaftaran menginput data ke SIPP dan mempersiapkan seluruh formulir dan dokumen yang dibutuhkan ke dalam berkas perkara;
6. Panitera memeriksa permohonan Banding menandatangani ;
7. Petugas pendaftaran membuat laporan Banding kemudian mengirim pemberitahuan Banding, Memori Banding dan Inzaghe atau pemeriksaan berkas melalui juru sita;
8. Petugas pendaftaran menerima Kontra Memori Banding (bila ada) dari termohon dan mengirimkan salinannya kepada pemohon;
9. Petugas pedaftaran mengirimkan Bundle perkara ke Pengadilan Tinggi.

Jenis Putusan Banding :
1. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri;
2. Merubah atau memperbaiki putusan Pengadilan Negeri;
3. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri.

G. TAHAP PEMERIKSAAN DI PENGADILAN TINGKAT KASASI
Pada tahap pemeriksaan di pengadilan tingkat Kasasi hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara tersebut berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama 50 (lima puluh) hari guna kepentingan pemeriksaan Kasasi sebagaimana dalam pasal 28 ayat (1) KUHAP, apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, penahanan dapat diperpanjang oleh ketua Mahkamah Agung paling lama 60 (enam puluh) hari berdasarkan pasal 28 ayat (2) KUHAP, namun setelah waktu 110 (seratus sepuluh) hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas sebagimana dalam pasal 244 KUHAP.

Putusan yang dapat di Kasasi :
1. Semua Putusan Pengadilan Negeri (Tingkat Pertama);
2. Semua Putusan (Tingkat Banding);
3. Terhadap Putusan Bebas tidak dapat di Kasasi.

Substansi Pemeriksaan Kasasi :
1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; 
2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Tahapan-Tahapan Pemeriksaan Pada Mahkamah Agung (Kasasi)
1. Permohonan Kasasi diajukan oleh pemohon kepada Panitera selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan kepada terdakwa / Penuntut Umum sebagaimana dalam palsa 245 ayat (1) KUHAP dan selanjutnya dibuatkan Akta Permohonan Kasasi oleh Panitera;
2. Dalam hal permohonan Kasasi yang melewati tanggang waktu tersebut, tidak dapat diterima, selanjutnya Panitera membuat Akta Terlambat mengajukan Permohonan Kasasi yang diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri;
3. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan Kasasi diajukan, pemohon Kasasi harus sudah menyerahkan Memori Kasasi dan Tambahan Memori Kasasi (jika ada). Untuk ini petugas membuat Akta tanda terima Memori Kasasi / Tambahan Memori Kasasi;
4. Dalam pemohon Kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, Panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan dia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu Panitera membuatkan Memori Kasasinya;
5. Panitera memberitahukan dan menyerahkan Memori Kasasi / Tambahan Memori Kasasi kepada pihak lain, dan dibuatkan relaasnya;
6. Bahwa pemohon Kasasi wajib mengajukan Memori Kasasi yang memuat alasan-alasan permohonan Kasasi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan dan apabila pemohon terlambat menyerahkan Memori Kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan Kasasi gugur sebagimana dalam pasal 248 ayat (1) dan ayat (2);
7. Dalam hal pemohon Kasasi tidak menyerahkan Memori Kasasi dan atau terlambat menyerahkan Memori Kasasi, untuk itu panitera membuatkan aktanya dan berkas tidak dikirim ke Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat Keterangan yang disampaikan kepada Pemohon Kasasi (SEMA No. 7 Tahun 2005);
8. Bahwa terhadap perkara pidana yang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan / atau denda, putusan praperadilan tidak dapat diajukan Kasasi;
9. Permohonan Kasasi yang telah memenuhi syarat format selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah tenggang waktu mengajukan Kontra Memori Kasasi berakhir, berkas perkara Kasasi sudah dikirim ke Mahkamah Agung;
10. Dalam hal permohonan Kasasi diajukan sedangkan terdakwa masih dalam tahanan, Pengadilan Negeri paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya permohonan Kasasi tersebut segera melaporkan kepada Mahkamah Agung melalui surat atau dengan sarana-sarana elektronik;
11. Selama perkara Kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, pemohon Kasasi dapat mencabut permohonannya. Dalam hal pencabutan dilakukan oleh Kuasa hukum terdakwa, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari terdakwa dan Panitera membuat Akta Pencabutan yang ditanda tangani oleh Pemohon Kasasi dan Panitera serta diketahui oleh Kepala Pengadilan Negeri (KPN), selanjutnya Akta pencabutan kasasi tersebut dikirim ke Mahkamah Agung;
12. Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung, salinan putusan dikirim kepada Pengadilan Negeri untuk diberitahukan kepada terdakwa dan Penuntut Umum, untuk itu Panitera membuat relaas pemberitahuan putusan, dan foto copy relaas pemberitahuan putusan tersebut dikirim ke Mahkamah Agung;
13. Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait semua kegiatan yang berkenan dengan perkara kasasi dan pelaksanaan putusan.

Jenis Putusan Kasasi :
1. Menyatakan Kasasi tidak dapat di terima;
2. Menolak Permohonan Kasasi;
3. Mengabulkan Permohonan Kasasi.

H. UPAYA HUKUM LUAR BIASA (PENINJAUAN KEMBALI)
Bahwa berdasarkan pasal 263 ayat (1) KUHAP terhadap Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrach), kecuali Putusan Bebas atau Lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau Ahli Warisnya dapat mengajukan permintaan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
Bahwa adapun alasan mengajukan Peninjauan Kembali berdasarkan pasal 263 ayat (2) KUHAP adalah sebagai berikut :
1. Apabila terdapat Keadaan Baru Yang Menimbulkan Dugaan Kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
2. Apabila dalam Berbagai Putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah Bertentangan Satu Dengan Yang Lain;
3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu Kekhilafan Hakim atau suatu Kekeliruan Yang Nyata.

Tata-Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
1. Permohonan diajukan secara tertulis maupun secara lisan kepada  panitera pengadilan yang telah memutus perkara pada tingkat pertama;
2. Panitera membuat Akta Permohonan / Permintaan Peninjauan Kembali;
3. Pemeriksaan di Pengadilan Negeri;
4. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk hakim (hakim yang tidak memeriksa perkara semula);
5. Objek pemeriksaan adalah alasan Permintaan / Permohonan Peninjauan Kembali;
6. Bahwa Peninjauan Kembali bersifat resmi dan terbuka untuk umum;
7. Berita Acara Pemeriksaan;
8. Berita Acara Pendapat;
9. Ketua pengadilan segera melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa.

Bahwa Pasal 268 ayat (3) KUHAP menyatakan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja, sedangkan Putusan Mahkamah Konstitusi Register No. 34/PUU-XI/2013 menyatakan pasal 268 ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga Peninjauan Kembali dapat dilakukan beberapa kali, namun Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2014 menyatakan bahwa Peninjauan Kembali terhadap Bukti Baru atau novom hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja sedangkan Peninjauan Kembali atas Pertentangan Putusan dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali.

Sumber : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Membaca dan Menulis Artikel serta Opini

Posting Komentar

0 Komentar