Equality Before The Law



Equality before the Law

Menurut A.V. Dicey ada 3 ciri-ciri penting dalam Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah "The Rule Of Law" yaitu :
1. Supremacy of Law;
2. Equality before the Law;
3. Due Process of Law.

Namun pada pembahasan kali ini kita hanya fokus kepada pembahasan nomor. 2 yaitu tentang Equality before the Law, negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum atau Rechtstaat bukan negara yang berdasakan kekuasaan atau Machtsstaat.
Equality before the law adalah persamaan dihadapan hukum hal ini bermakna bahwa setiap manusia (subjek hukum) tidak ada perbedaan yang satu dengan yang lain, serta tidak pandang bulu, baik orang kaya, miskin, pejabat maupun masyarakat sipil semuanya sama dihadapan hukum, hal ini bermakna bahwa hukum tidak boleh boleh ada keberpihakan kepada salah satu orang maupun kelompok, sebagaimana nilai yang tertuang (filosofi) dari patung dewi keadilan yang memegang sebuah timbangan dan sebuah pedang dengan mata tertutup yang memiliki makna bahwa hukum tidak boleh ada keberpihan dan persamaan dihadapan hukum.

Hukum Acara Pidana tidak mengenal adanya peraturan yang memberikan perlakuan khusus kepada terdakwa sehingga pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang sebagaimana ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 14 tahun 1970 jo. Undang-undang No. 35 tahun 1999 jo. Undang-undang No. 4 tahun 2004 dan Penjelasan Umum angka 3 hurup a Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).[1]

Indonesia adalah negara hukum sebagai mana yang telah diamanatkan oleh Undang-undang dasar 1945 yang tertuang dalam pasal 1 ayat (3) yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara Hukum"[2] menjelasakan bahwa negara Indonesia dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, semua aspek kehidupan sudah diatur melalui  hukum yang sah sehingga hal ini mampu mencegah konflik yang terjadi diantara warga negara.

Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang didalamnya terdapat ketentuan yang mengatur tentang Equality before the law atau semua orang berkedudukan sama dihadapan hukum sebagai berikut:
1. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Acara Pidana tersurat dalam bagian menimbang hurup a dan penjelasan Umum butir 3 hurup a;[3]
2. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terdapat pada pasal 3 ayat (2) dan pasal 5 ayat (1);[4]
3. Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, terdapat pada pasal 10;[5]
4. Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 4.[6]

Negara Indonesia adalah negara hukum yang mempunyai peraturan-peraturan hukum yang sifatnya mengatur dan memaksa seluruh rakyat Indonesia, rakyat Indonesia harus patuh terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan hukum di Indonesia, bahkan juga memaksa orang asing yang berada di wilayah Indonesia untuk patuh terhadap hukum yang ada di negara Indonesia.[7]  Jadi ketika seseorang melakukan suatu tindak pidana maka seseorang tersebut harus diproses sesuai hukum yang berlaku tanpa memandang suku, agama, ras, maupun kedudukan (jabatan) demi terciptanya dan tegaknya Supremasi Hukum.

[1] Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 20.
[2] Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (3)
[3] Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
[4] Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
[5] Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
[6] Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
[7] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 8.


Membaca dan Menulis Artikel serta Opini

Posting Komentar

0 Komentar