Perlindungan Terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana


Perlindungan Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia

Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Kasus yang sering muncul di dalam masyarakat yang melibatkan Anak sebagai pelakunya maka dalam penyelesaiannya dengan mekanisme atau tindakan diversi dapat memungkinkan Anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses pelayanan sosial lainnya. Penggunaan mekanisme diversi tersebut diberikan kepada para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, lembaga lainnya) dalam menangani pelanggar-pelanggar hukum berusia muda atau dibawah umur tanpa menggunakan
pengadilan formal.

Penerapan Diversi tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif keterlibatan Anak dalam suatu proses peradilan. Peradilan Anak merupakan sistem peradilan yang bersifat restorative justice dengan mengutamakan kebutuhan dan kepentingan dimasa yang akan datang. Stigmatisasi Anak nakal seperti yang terjadi selama ini tidak akan memberikan peluang kepada Anak untuk mendapatkan ruang tumbuh kembang yang lebih baik. Begitu juga penanganan Anak dipenjara, jangan sampai menimbulkan trauma dan tidak ditahan bersama orang dewasa. Resiko penanganan Anak di penjara menjadi tekanan yang sangat luar biasa bagi Anak setelah menjalani putusan hukum. Upaya mewujudkan criminal restorative justice system bagi Anak yang berhadapan dengan hukum, diperlukan payung hukum antar pihak terkait agar penanganan komprehensif.

Berdasaran pikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan. Diversi dilakukan untuk menemukan suatu bentuk penyelesaian yang memberikan perlindungan terhadap Anak dengan mengedepankan prinsip the best interest of the child.[1]

Pasal 2 Undang-Undang Nomor. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa, Sistem Peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. perlindungan;
b. keadilan;
c. nondiskriminasis;
d. kepentingan terbaik bagi anak;
e. penghargaan terhadap pendapat anak
f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak;
g. pembinaan dan pembimbingan anak;
h. proporsional;
i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan
j. penghindaran pembalasan.[2]

Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa, setiap Anak dalam Proses Peradilan berhak:
a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebes dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam yang paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehiduan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n. memperoleh  pendidikan;
o. memperoleh pelayanan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga menyatakan, Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
a. mendapat pengurangan masa pidana;
b. memperoleh asimilasi;
c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
d. memperoleh pembebasan bersyarat;
e. memperoleh cuti menjelang bebas;
f. memperoleh cuti bersyarat; dan
g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[4]

Pasal 5 ayat Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan:
1. Sistem Peradilan Pidana Anak  wajib mengutamakan pendekatan Restoratif;
2. Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;
b. Persidangan Anak yang dilakukan oleh Pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
c. Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
3. dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.[5]

Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenakan tindakan.[6]

Pasal 71 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan:
1. Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. Pidana peringatan;
b. Pidana dengan syarat:
1. Pembinaan di luar Lembaga;
2. Pelayanan masyaraakat; atau
3. Pengawasan.
c. Pelatihan kerja;
d. Pembinaan dalam lembaga; dan
e. Penjara.

2. Pidana tambahan terdiri atas:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. Pemenuhan kewajiban adat.

3. Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

4. Pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan pemerintah.[7]

Dalam hal Tindakan diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yakni:
1. Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:
a. Pengembalian kepada orang tua/Wali;
b. Penyerahan kepada seseorang;
c. Perawatan di rumah sakit jiwa;
d. Perawatan di LKPS;
e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
g. Perbaikan akibat tindak pidana.

2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huuf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.

3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara palin singkat 7 (tujuh) tahun.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.[8]

Baca juga Pengertian Anak Dalam Hukum

[1] http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:iWXkm0oY90YJ:digilib.unila.ac.id/9611/10/BAB%2520II.pdf+&cd=5&hl=en&ct=clnk, diakses pada : jum’at, 24 Maret 2017 pukul 22.45 WIB
[2] Pasal 2 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
[3] Pasal 3 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
[4] Pasal 4 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
[5] Pasal 5 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
[6] Pasal 69 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
[7] Pasal 71 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
[8] Pasal 82 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Membaca dan Menulis Artikel serta Opini

Posting Komentar

0 Komentar